Sabtu, 08 September 2007

Pandangan Tentang Ujian Nasional 2008

Kebijakan Ujian Nasional (UN) menempatkan banyak sekolah pada posisi dilematis. Lulus UN menjadi syarat mutlak bagi siswa SMP dan SMA untuk lulus sekolah. Melakukan ujian secara objektif dan jujur berarti menerima konsekuensi tingkat ketidaklulusan yang tinggi. Tekanan dari siswa, orang tua siswa, reputasi sekolah, bahkan reputasi daerah begitu berat untuk ditanggung. Namun melakukan kecurangan UN berarti mengorbankan integritas dan hati nurani sebagai seorang pendidik. Yang lebih berat adalah banyak siswa yang mengalami demotivasi belajar karena sudah mendengar kabar bahwa jawaban akan beredar pada saat ujian berlangsung. Beberapa sekolah justru terkesan santai menjelang UN 2007 yang lalu, hal ini hanya dapat dijelaskan bila siswanya telah memiliki keyakinan yang tinggi bahwa mereka pasti lulus. Situasi ini adalah jelas kontraproduktif dengan maksud diadakannya UN, yaitu mendongkrak semangat belajar siswa.
Dilema kembali muncul paska dibongkarnya kecurangan UN oleh beberapa kelompok masyarakat, salah satunya oleh Komunitas Air Mata Guru (KAMG). Tim inspektorat menyebut di media massa, bahwa kecurangan seperti yang dilaporkan KAMG belum terbukti. Jadi bukan tidak terbukti. Bukannya memberikan keterangan yang jelas mengenai kecurangan yang sebenarnya terjadi, pemerintah justru merekomendasikan pembebastugasan Kadinas Kota Medan.
Dilemanya, disatu sisi terjadinya kecurangan UN sulit untuk disangkal, seolah telah menjadi rahasia umum. Disisi lain mengakui adanya kecurangan dalam skala besar harus dibayar dengan ongkos yang besar. Misalnya, seperti dikatakan Irjen M. Sofyan, bahwa siswanya dinyatakan tidak lulus, guru diberikan sanksi, demikian juga sekolah-sekolah yang terbukti curang. Berapa jumlah sekolah, guru dan siswa yang akan mendapatkan penalti? Dalam acara Republik Mimpi, Imam Prasojo, bertanya, “mengapa guru dan sekolah ramai-ramai melakukan ini?” Suatu pertanyaan yang sebenarnya perlu direnungkan pejabat diknas sebelum terburu-buru memberikan hukuman. Pemerintah perlu menghadapi persoalan yang sebenarnya. Banyak sekolah tidak siap menghadapi UN. Kualitas pendidikan Indonesia belum mencapai potret pemetaan UN, dimana 96% sekolah dinyatakan berhasil lulus, dengan rerata nasional >7. Tanpa mengakui persoalan yang ada, tidak mungkin perbaikan dapat dilakukan.

UN dan Realita Pendidikan
Sebagai sebuah kebijakan, UN memang cacat sejak lahirnya. UU Sisdiknas jelas sekali mendelegasikan masalah kelulusan siswa kepada sekolah dan guru. Bahkan dalam UU Guru dan Dosen, hal ini dipertegas kembali. Sementara kebijakan UN membuat penilaian guru dan sekolah menjadi komponen yang kurang berarti. UN menjadi penentu mutlak kelulusan, guru dan sekolah hanyalah menjadi penentu bersyarat. Guru dan sekolah hanya berfungsi kalau siswa telah lulus UN. Artinya siswa yang tidak lulus UN, mutlak tidak lulus. Siswa yang lulus UN, sekolah memang berhak tidak meluluskannya. Suatu hak yang sangat ringkih, bisa dikatakan tidak berarti dalam konteks Indonesia. Wajar bila hampir seluruh sekolah emoh menggunakannya.
Sebagai sebuah kebijakan pendidikan, UN dengan sistem skor tunggal untuk kelulusan mendorong metode belajar yang berorientasi pemecahan soal. Logika pengetahuan digantikan dengan cara singkat dan cepat. Metode belajar didorong menjadi metode karbitan, tidak menghasilkan pengetahuan yang permanen. Apa yang diuji dalam UN tidak menggambarkan proses belajar selama tiga tahun yang telah dialami siswa. Hal itu hanya menggambarkan apa yang mereka pelajari dalam beberapa bulan kursus belajar menjelang UN dilaksanakan.
Disamping itu pusat proses belajar mulai berpindah dari berpusatkan sekolah, menjadi berpusatkan Bimbingan Belajar. UN tidak serta merta menggairahkan iklim belajar di sekolah. Justru yang lebih berkembang adalah bisnis Bimbingan Belajar di luar sekolah. Peran guru semakin disunat. Ditengah persolan besar menghasilkan guru yang profesional, kebijakan UN justru semakin menggaris bawahi rendahnya mutu guru. Sebuah persoalan yang harus dihadapi pemerintah dengan serius dan dengan progarn yang jelas dan terarah.

UN, Kelulusan dan Perbaikan Pendidikan
UN perlu dibebaskan dari posisi dilematis dan menjadikannya sebagai instrumen yang produktif bagi pendidikan Indonesia. Yang paling perlu segera dilakukan adalah melepaskan UN dari beban berat sebagai pengawal gerbang kelulusan. Tugas ini adalah milik guru dan sekolah. Kembalikanlah kepada mereka. Dalam situasi sekarang kecurangan UN perlu diselesaikan secara lebih bijaksana, menyangkut sistem yang merusak, bukan seolah mengkosmetiki pendidikan dan memaksakan kembali UN 2008.
Sebagai sebuah proposal, sebaiknya seluruh peserta UN SMA diluluskan dengan kategori yang berbeda. Misalnya kategori A, B, C dan D. Kategori A dan B, boleh melanjutkan ke Universitas. Kategori C hanya boleh melanjutkan ke program DIII atau yang lebih rendah. Sedangkan kategori D direkomendasikan untuk bekerja sebagai lulusan SMA. Hal yang sama diberlakukan untuk lulusan SMP. Hanya kategori A dan B saja yang boleh melanjutkan ke SMA. Sedangkan kategori C dan D hanya boleh melanjutkan ke sekolah kejuruan. Dengan demikian seluruh peserta UN diluluskan, hanya saja dengan kategori yang berbeda-beda.
Tapi bukankah hal ini bisa menjadi ajang kecurangan yang baru lagi? Sekolah bisa saja berlomba meningkatkan kelulusan kategori A dan B. Memang bisa saja terjadi. Karena itulah perlu dibuat program tindak lanjut UN. Sekolah dengan tingkat kelulusan C dan D yang tinggi diberikan program bantuan yang lebih besar untuk memperbaiki mutu pendidikan mereka. Sarana dan prasarana ditambah, fasilitas ditingkatkan, guru bantuan yang berkualitas juga ditambah. Sementara yang tingkat kelulusan A dan B-nya tinggi, bantuan pendidikannya dikurangi karena memang sudah lebih baik. Di sekolah-sekolah dengan tingkat kelulusan A dan B rendah, pemerintah bisa menyelenggarakan program kelas intensif untuk mendongkrak kualitas pendidikan mereka. Dengan adanya program bantuan yang lebih besar bagi sekolah yang kurang berprestasi, maka bisa diharapkan sekolah akan mencoba lebih objektif dalam menyelenggarakan UN.
Kelihatannya program UN tetap akan dilakukan. Sangat baik bila pemerintah bersikap bijaksana dan berlapang dada. Sebelum UN 2008 dilakukan, persoalan pendidikan perlu diantisipasi dengan cara yang tepat dan arif. Tidak menjatuhkan korban yang tidak perlu dan tidak sepenuhnya bersalah. Dan tidak membiarkan sekolah, guru dan siswa berada dalam ketidakpastian yang berlarut-larut.

Tim Olimpiade Komputer Indonesia Empat Medali Perunggu di HUT RI Ke-62

Tepat pada tanggal 17 Agustus 2007, Tim Olimpiade Komputer Indonesia (TOKI) berjuang meraih prestasi pada ajang IOI (International Olympiad in Informatics) ke-19 di Zagreb, Kroasia. Meski soal yang diberikan terbilang cukup sulit, mereka berusaha mengerjakan seluruh soal dengan baik. Hasil perolehan empat medali perunggu yang dipersembahkan TOKI bisa jadi, hadiah di HUT Indonesia yang ke-62.
Kamis (23/08), TOKI tiba di bandara Soekarno Hatta, Cengkareng, pukul 18.00 WIB menggunakan pesawat Lufthansa dengan nomer penerbangan LH 877. Kedatangan para ahli informatika itu disambut oleh Kepala Seksi Bakat dan Prestasi Siswa Suharlan, SH dan beberapan wartawan media cetak maupun elektronik.
Empat medali perunggu untuk Indonesia dipersembahkan oleh Brian Marshal (SMA BPK Penabur Bandung), Riza Oktavian Nugraha Suminto (SMA Taruna Nusantara Magelang), Ricky Jeremiah (SMA Kanisius Jakarta), dan Karol Danutama (SMA Kanisius Jakarta).
Dari dua hari kompetisi yang dilakukan, keempat siswa Indonesia memperoleh nilai yang cukup merata, yaitu: Brian Marshal (230), Riza Oktavian Nugraha Suminto (208), Ricky Jeremiah (205) dan Karol Danutama (203). Perolehan nilai mereka pada awalnya membuat pesimis seluruh anggota tim. “Kami tidak berharap banyak dapat memperoleh medali. Saat upacara penutupan dan pembacaan pemenang, kami dibuat terkejut ketika nama Karol yang memperoleh nilai terendah diantara tim dipanggil ke panggung untuk menerima medali perunggu. Serentak kami bersorak dan bersyukur, dan yakin ketiga siswa Indonesia lainnya bakal meraih medali.” Ujar Suryana Setiawan, selaku Leader Team.
Suryana juga mengatakan, hasil ini memang sangat mengejutkan. Mengingat soal-soal yang diberikan dalam dua hari pelaksanaan lomba memang cukup sulit. Ternyata hal yang sama juga dirasakan oleh negara lain, sehingga perolehan nilai rata-rata seluruh peserta tahun ini cenderung menurun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Prestasi siswa Indonesia masih jauh lebih baik dari prestasi siswa-siswa beberapa negara maju seperti Inggris, Belanda, Canada, juga Denmark. Dalam klasemen umum, tim Indonesia bertengger di posisi ke 35 dari 80 negara. Berdasarkan urutan peserta, Brian Marshal berada di peringkat ke 116 dari 285 peserta. Nilai tertinggi diraih oleh Tomasz Kulczyaski, siswa asal Polandia dengan skor 574. Sedangkan juara umum diraih oleh tim yang dijuluki macan olimpiade, yaitu China dengan empat medali emas.
Hasil kali ini adalah pertama kalinya TOKI meraih empat medali sekaligus. Meskipun belum meraih emas, hasil maksimal yang telah dicapai oleh TOKI merupakan pencapaian yang patut diberi penghargaan.

Hiking Melatih Organ Vital Tubuh

SEMUA orang tahu kalau olahraga menyehatkan tubuh. Namun, olahraga yang monoton membuat orang malas melakukannya. Karena itu, pilihlah olahraga rekreasi yang kita sukai. Bagi yang menyukai tantangan, kenapa tidak mencoba olahraga hiking (penjelajahan). Meski merupakan olahraga petualangan, aktivitas hiking memiliki banyak manfaat bagi kesehatan terutama untuk melatih bagian alat-alat vital sistem fungsi tubuh manusia. Menurut dr Irfanuddin SpKO, meski sepintas seperti main-main, olahraga hiking memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. “Olahraga hiking sendiri termasuk olahraga rekreasi,” jelasnya. Dari sisi definisi yakni suatu kegiatan rekreasi di alam terbuka dengan perjalanan yang menempuh medan atau lintasan yang tujuan utamanya bisa berupa desa, gunung, rawa, sungai, jalan, setapak, dan lain-lain. Kegiatan ini memerlukan suatu pengetahuan yang dapat mendukung kegiatan tersebut. “Kalau dilihat sepintas seperti main-main, tapi ini masuk aktivitas fisik berat, makanya butuh pengetahuan,” ujarnya ketika ditemui di Sentra Kesehatan Olahraga FK Unsri Palembang kemarin. Mengingat ini merupakan aktivitas fisik berat, maka perlu persiapan yang matang, mulai dari kondisi tubuh serta pengetahuan yang cukup selama dalam kegiatan hiking terutama dalam pengenalan medan, persiapan mental, teknik, perlengkapan, perencanaan, administrasi dan biaya. “Bagi pemula, jika tidak ada persiapan ini bisa membahayakan dirinya, bisa saja cidera di jalan. Kalau kurang minum bisa dehidrasi dan hipertermia,” terangnya.Beberapa pengetahuan penunjang hiking yang diperlukan para penjelajah dalam menempuh perjalanan yang tidak biasa yakni navigasi darat. Ini penting untuk menentukan kedudukan dan arah lintasan yang akan dilalui secara benar. “Dalam hal ini, harus bisa membaca peta, menggunakan kompas dan tanda-tanda di alam terbuka,” ujarnya.Selain kompas buatan, dalam hiking, seseorang harus mengerti kompas alam yaitu tanda-tanda alam sebagai penunjuk arah. “Seseorang juga harus bisa menaksir lebar dan luas medan yang dilalui, seperti ke dalam sungai, lebar danau dan rawa, tinggi pohon, tinggi tebing dan kondisi cuaca,” ujarnya.Dilihat dari tujuannya, kata Irfan, kegiatan hiking ada beberapa jenis. Pertama hiking penelitian. Kegiatan ini melibatkan beberapa ahli tergantung jenis penelitiannya. “Dalam hal ini persiapan harus jelas dan ada tim ahlinya,” ujarnya.Ada juga kegiatan hiking berupa ekspedisi pendakian gunung. Kegiatan ini adalah perjalanan menuju puncak gunung sebagai tujuan akhir. Ada juga ekspedisi panjat tebing. Banyak persamaan antara hiking pendakian gunung dan panjat tebing, di mana sama-sama melalui medan yang sulit. “Kalau pendakian gunung berjalan biasa, kalau panjat tebing tujuan akhirnya climbing yang kadang ketinggiannya cuma 1.000 meter, tapi bisa sampai satu minggu,” ujarnya.Terakhir, kegiatan hiking bersifat rekreasi. Kegiatan ini bisa diikuti siapa saja dan tujuannya lebih pada kepuasaan dan kegembiraan. Dengan demikian, jarak tempuh perjalanan tidak akan jauh dan medan yang ditempuh tidak berbahaya.Lalu apa saja manfaat hiking bagi kesehatan? Irfanuddin menjelaskan, adapun manfaat yang bisa didapatkan dari kegiatan hiking, antara lain pertama melatih bagian alat-alat vital sistem fungsi tubuh manusia antara lain sistem cardio vasculer, sistem respirotory dan sistem peredaran darah. “Untuk kekuatan jantung, paru-paru dan kelancaran peredaran sangat baik, karena di sini hampir melibatkan semua otot dalam tubuh,” ujarnya.Manfaat lainnya, kata Irfan, yang bisa didapatkan adalah meningkatkan tingkat kebugaran seseorang mulai dari daya tahan, kekuatan, feasibility, dan agility. Tidak hanya itu, kegiatan hiking juga bermanfaat melatih seseorang lebih percaya diri, bekerja keras, lebih mandiri dalam menyelesaikan masalah, lebih mudah survive, lebih memahami dan mencintai lingkungan sekitar, sebagai sarana pembelajaran penting bagi siswa. “Juga bisa memberikan wawasan serta pengetahuan tentang manfaat serta fungsi lingkungan dan alam sekitarnya bagi kehidupan,” terangnya